China tiada berniat terlibat perlombaan nuklir

China tiada berniat terlibat perlombaan nuklir

IndoPolitik.com – Beijing – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menyebut China bukan ada berniat terlibat perlombaan nuklir dengan pihak siapa pun, termasuk Amerika Serikat (AS).

"China berkomitmen kuat terhadap strategi nuklir defensif juga juga selalu menjaga kemampuan nuklirnya pada tingkat minimum yang dimaksud dimaksud disyaratkan oleh keamanan nasional. Kami tak mempunyai niat untuk terlibat dalam perlombaan senjata nuklir dengan negara mana pun," kata Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di tempat tempat Beijing, China pada Jumat.

Hal itu disampaikan Mao Ning menanggapi laporan Departemen Pertahanan AS kepada Kongres yang tersebut mana menyatakan bahwa China sedang berupaya memodernisasi serta juga memperluas persenjataan nuklir dengan meningkatkan hulu ledak nuklir dari 500 unit menjadi lebih banyak tinggi dari 1.000 unit pada 2030.

Departemen Pertahanan AS juga menyebut China diperkirakan akan melanjutkan upaya ekspansi serta juga modernisasi senjata hingga 2035 untuk memenuhi tujuan Presiden Xi Jinping dalam mencapai status militer "kelas dunia" pada 2049.

"Laporan AS ini, seperti laporan-laporan sebelumnya, bukan ada berdasarkan fakta kemudian bias. Mereka menyebut China sebagai ancaman cuma belaka untuk mencari alasan yang dimaksud tepat bagi AS untuk mempertahankan hegemoni militernya, China sangat menentang hal ini," ungkap Mao Ning.

China, menurut Mao Ning, mempunyai kebijakan nuklir yang dimaksud unik di tempat tempat antara negara-negara pemilik senjata nuklir serta sudah lama mempertahankan tingkat stabilitas, konsistensi serta prediktabilitas yang tersebut dimaksud tinggi.

"Bagi negara mana pun, selama dia itu bukan menggunakan atau mengancam akan menggunakan senjata nuklir terhadap China, mereka tak perlu khawatir akan ancaman senjata nuklir," lanjut Mao Ning.

AS, menurut Mao Ning, adalah negara dengan persenjataan nuklir terbesar serta juga tercanggih pada dunia.

"Negara yang tersebut menggunakan nuklir untuk tujuan menggetarkan, terus berinvestasi besar-besaran untuk meningkatkan nuklirnya, menambah titik penyebaran nuklir sebagai kekuatan strategis, kemudian memperkuat efek penggetaran bagi sekutu-sekutunya. Kebijakan lalu tindakan itu meningkatkan risiko perlombaan senjata nuklir," jelas Mao Ning.

Tindakan AS itu, menurut Mao Ning, cuma akan berdampak buruk pada lingkungan keamanan strategis global.

"China mendesak AS untuk meninggalkan mentalitas Perang Dingin serta logika hegemoni serta melihat niat strategis serta pengembangan pertahanan China secara obyektif kemudian rasional, serta berhenti mengeluarkan laporan tahunan yang tersebut digunakan tidaklah bertanggung jawab semacam ini demi menjaga hubungan militer kemudian relasi China-AS secara menyeluruh tetap stabil," kata Mao Ning.

Dalam laporan tahunan kepada Kongres mengenai perkembangan militer serta keamanan pada China, Dephan AS menyebut padahal punya 500 hulu ledak, China tetap berkomitmen pada kebijakan "tidak ada serangan pertama".

Persediaan senjata nuklir yang mana digunakan dimiliki China juga disebut masih kalah dibandingkan Rusia juga AS. Rusia memiliki persenjataan nuklir sebanyak 5.889 hulu ledak, sementara AS miliki 5.244 hulu ledak, menurut lembaga independen Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm.

Pada tahun 2021, Dephan AS memperkirakan China mempunyai sekitar 400 hulu ledak.

Para pejabat AS mengatakan Beijing mungkin telah terjadi lama menyelesaikan proyek tiga kelompok lokasi rudal baru pada 2022. Ladang-ladang ini mencakup setidaknya 300 silo Rudal Balistik Antarbenua (ICBM) baru.

ICBM adalah rudal balistik dengan jangkauan lebih tinggi tinggi dari 5.500 km (3.400 mil). Laporan pihak AS menyebut bahwa pasukan roket Tentara Pembebasan Rakyat juga berupaya mengembangkan ICBM yang mana akan memungkinkan Republik Rakyat China mengancam serangan konvensional terhadap sasaran di area tempat benua AS, Hawaii, lalu Alaska.

Analisis itu mengatakan bahwa meskipun persediaan nuklirnya meningkat, China tetap "berkomitmen pada kebijakan 'penggetaran' terhadap serangan pertama musuh lalu 'serangan balik' ketika penggetaran gagal".

CATEGORIES
TAGS
Share This