
Rupiah berpotensi lemah lantaran indikasi kebijakan suku bunga tinggi AS
IndoPolitik.com – Jakarta – Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan rupiah berpotensi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lantaran indikasi kebijakan suku bunga tinggi Bank Sentral AS.
“Semalam, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell memberikan sinyal bahwa kebijakan suku bunga tinggi masih diperlukan untuk menurunkan inflasi AS ke level 2 persen. Tapi, Powell juga memberikan indikasi bahwa The Fed bukan terburu-buru menaikkan suku bunga acuan lagi akibat tingkat imbal hasil obligasi yang mana dimaksud tinggi di area area AS sudah membantu meredam inflasi,” ungkap dia ketika dihubungi pada Jakarta, Jumat.
Selain itu, ketegangan dalam dalam Timur Tengah yang dimaksud hal itu masih berlangsung turut menjadi kegelisahan pasar yang mana dimaksud menyokong pelaku pasar masuk ke aset aman, yaitu emas kemudian dolar AS.
Melihat kondisi dalam negeri, kenaikan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate menjadi 6 persen atau sebesar 0,25 basis poin (bps) dari 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) pada 18-19 Oktober 2023 meredam pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
Pelemahan rupiah langsung berkurang pasca diumumkan kenaikan suku bunga acuan tersebut. Menurut dia, kebijakan itu mungkin mampu meredam penguatan dolar AS terhadap rupiah hari ini.
“Potensi pelemahan hari ini mungkin tertahan dalam bawah Rp15.850 per dolar AS dengan prospek support pada tempat sekitar Rp15.780 per dolar AS,” ucap Ariston.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang tersebut mana ditransaksikan antarbank dalam Jakarta pada Jumat pagi melemah sebesar 0,19 persen atau 30 poin menjadi Rp15.845 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.815 per dolar AS.